APA SAJA lobeh

Saya membuat blog karena faktor ketidak sengajaan, jadi apabila ada kesamaan dengan blog anda bacaan atau yang lain itu karena di sengaja, hahahahaahahaha, SPEAK AH

Kamis, 19 Juli 2012

DEMOKRASI KOIN DAN KPK

Salah satu penyakit yang diderita bangsa ini adalah tidak adanya keluwesan untuk sama-sama menerima perbaikan atas negara secara utuh. Kasus gedung KPK merupakan kasus yang bisa dikategorisasikan dalam masalah ini. Tidak adanya ruang kesadaran secara penuh terhadap cita-cita pemberantasan korupsi, sebenarnya merupakan bagian dari modus pengkultusan terhadap negara yang terus mengakar. Kini, di tengah sempitnya ruang gedung KPK dan di tengah besarnya apresiasi publik terhadap KPK, justru Komisi III DPR RI memberikan tanda bintang, yang pesan verbalnya dapat diterjemahkan sebagai simbol tidak sepakat terhadap pembangunan gedung senilai 65 miliar tersebut.
Fenomena ini cukup jelas dipahami sebagai sebagai paradoks birokrasi. Pertanyaan dasar yang bisa diajukan adalah, benarkah Komisi III yang membidangi politik dan hukum benar-benar total mewujudkan hukum dan politik yang bermartabat? Entitas politik dan hukum di negeri ini sudah memasuki titik nadir. Suhu korupsi di semua jajaran birokrasi telah menjadi ”gaya hidup” yang sulit ditepis. Ia hadir, berkembang, dan kemudian bertahan dalam spektrum yang kuat. Artinya ikhtiar publik untuk bisa lepas dari kungkungan korupsi menjadi mimpi yang sukar diwujudkan.
Dalam pola praksisnya, jika bukan KPK yang memberangus penyakit tersebut, siapa lagi lembaga yang dinilai kuat melakukan penuntasan? Pada titik ini cara pandang DPR yang melakukan justifikasi KPK sebagai lembaga ad hoc dan tidak layak memiliki gedung sendiri merupakan logika penafsiran yang instrumental. Penafsiran parsial yang memiliki proyeksi politik daripada perbaikan berkelanjutan. Logika pragmatis adalah salah satu frame yang kini terus bergemuruh dalam memori anggota dewan. Mentalitas ini melambangkan satu tradisi elite yang masih kentara dengan kepentingan-kepentingan di luar logika umum.
Kepentingan ini antara lain, pertama, fenomena penilaian itu ibarat politik balas pantun. Selama ini KPK gencar melakukan terobosan pemberantasan korupsi di lingkungan DPR. Ini menjadi salah satu arus buruk bagi DPR yang sering kali melakukan tindak pidana korupsi. Sehingga kesuksesan KPK dalam proses pemberantasan korupsi, merupakan malapetaka bagi DPR yang dinilai kurang memiliki integritas dan nurani kejujuran. Atau dengan bahasa sederhana, nyaman bagi KPK sulit bagi DPR.
Kedua, pengingkaran terhadap politik balas budi. Jamak diketahui semua komisioner di KPK dipilih berdasarakan fit and proper test di DPR. Sehingga DPR memiliki proyeksi dan ”kebanggaan” tersendiri karena dirinya yang telah memilih semua komisioner di KPK. Sehingga ketika KPK getol melakukan pemberantasan korupsi tanpa melihat politik balas budi, niscaya ekspresi geram dan sejenisnya akan tumbuh subur di batang tubuh DPR khususnya Komisi III. Artinya kekecewaan atas dasar politik akan berimplikasi pada satu keputusan yang memiliki naluri politik juga.
Ketiga, adanya indikasi pelemahan terhadap proses kinerja KPK ke depan. Sebagai sebuah lembaga negara independen fasilitas kerja menjadi keniscayaan yang tidak bisa dielakkan. Gedung adalah sarana paling absah untuk menopang kinerja KPK secara komprehensif. Kuantitas pegawai yang kini mulai sesak sejatinya harus dipahami dengan logika yang wajar. Itu artinya tidak ada alasan signifikan bagi DPR untuk menolak gedung baru tersebut selama memang DPR memiliki misi menghapus korupsi di republik ini. Logika paradigmatik seperti yang dicetuskan DPR karena terikat oleh lembaga ad hoc sesungguhnya tidak bisa dipertemukan dengan logika praksis seperti pembuatan sarana gedung dan sejenisnya. Sebab keduanya memiliki satu narasi yang sama-sama luas. Antara bahasa yuridis dan kebutuhan. Sehingga pada titik tertentu jika DPR tetap ngotot memberikan tanda bintang, indikasi adanya proses pelemahan akan semakin tampak.



SUMBER : http://www.solopos.com/2012/kolom/kpk-dan-demokrasi-koin-198646

Tidak ada komentar:

Posting Komentar